Jumat, 27 Mei 2016

ETIKA MURID DALAM PENDIDIKAN

BAB  I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menuntut ilmu merupakan hal yang wajib sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة
Menuntut ilmu itu wajib bagi tiap muslim laki-laki dan muslim perempuan
Telah kita ketahui bahwa menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Dan untuk mendapatkan ilmu harus melalui proses pembelajaran.
Proses belajar mengajar adalah interaksi edukatif nyang dilakukan oleh guru dan murid dalam situasi tertentu. Mengajar lebih spesifik lagi melaksanakan proses belajar mengajar bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan dapat begitu saja tanpa direncanakan sebelumnya, akan tetapi mengajar itu merupakan suatu kegiatan yang semestinya direncanakan sedemikian rupa mengikuti langkah-langkah prosedur tententu.
Etika atau akhlak merupakan salah satu prosedur dalam pembelajaran.Akhlak merupakan kebiasaan atau sikap yang mendalam di dalam jiwa, sesuatu yang dapat diperoleh dan dipelajari, memiliki ciri-ciri istimewa yang menyebabkan perilaku sesuai dengan fitrah Ilahiyah dan akal sehat .
Murid disebut juga dengan peserta didik, peserta didik merupakan “raw material” (bahan mentah) dalam proses transformasi dalam pendidikan , Murid atau peserta didik memerlukan bimbingan dari orang lain untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimiliki serta membimbingnya menuju kedewasaan. Oleh karena itu murid sebagai pihak yang diajar, dibina dan dilatih untuk dipersiapkan menjadi manusia yang kokoh iman dan islamnya harus mempunyai etika  dan berakhlakul karimah baik kepada dirinya, guru, maupun akhlak terhadap ilmu yang dipelajarinya.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas maka didapatkan suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian etika?
2. Apa pengertian murid?
3. Bagaimana etika murid terhadap dirinya, guru dan pelajaran?
C. Tujuan pembahasan
Setelah mendapatkan rumusan masalah maka tujuan  pembahsan utuk mengetahui:
1. Pengertian Etika
2. Pengertian Murid
3. Etika murid terhadap dirinya, Guru dan pelajaran












BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethikos yang berarti timbul dari kebiasaan, etika mencakup analisi dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Etika sering dikaitkan dengan akhlak dan moral. Dalam sistem moralitas, baik dan buruk dijabarkan secara kronologis, mulai yang paling abstrak hingga yang lebih operasional, nilai merupakan perangkat moralitas yang paling abstrak. Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan, dan perilaku. Etika merupakan penjabaran dari moral dalam bentuk formula, peraturan, atau ketentuan pelaksanaan .
Etika pada dasarnya berkaitan dengan dampak tindakan individu pada orang lain , etika juga serinng disebut adab kesopanan, adab kesopanan terbagi menjadi dua, adab kesopanan di dalam dan adab kesopanan di luar. Adab kesopanan di dalam bathin yang suci, hati bersih, niat bagus, dan tidak menipu sesama manusia, sedangkan kesopanan di luar adalah kesopanan pergaulan, menjaga yang salah pada pandangan orang lain .
Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian system nilai-nilai yang berlaku.


B. Pengertian Murid
Murid atau yang biasa disebut dengan peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu  dikatakan juga siswa atau Murid adalah orang yang sedang belajar , seorang Murid menginginkan agar mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya, jadi dapat didefinisikan bahwa murid adalah orang yang menghendaki dan berusaha belajar agar mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik, untuk bekal kehidupannya agar berbahagia , sukses dunia dan akhirat.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata “murid” memiliki pengertian orang yang sedang berguru. Istilah lain yang berkenaan dengan murid adalah al-thalib.
Kata ini berasal dari bahasa arab, thalaba, yathlubu, thalaban, thalibun yang berarti orang yang mencari sesuatu. Pengertian ini dapat difahami karena seorang pelajar adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dan pembentukan kepribadiannya untuk bekal kehidupannya di masa depan agar berbahagia dunia dan akhirat.
Murid atau peserta didik adalah seseorang yang seharusnya mendapatkan pendidikan, seorang mendapatkan pendidikan agar dapat mencapai suatu keinginan tertentu. Bagaimana jadinya jika seseorang tidak terdidik, tentu akan menjadi problematika bagi lingkungan sekitarnya. Pendidikan dikaitkan erat dengan proses menuntut ilmu, dalam islam menuntut ilmu itu wajib, maka terdidik atau memiliki pendidikan itu wajib. Pendidikan tentu saja bukan hanya sebuah lembaga pendidikan formal, namun segala bentuk prilaku mampu menunjukkan seseorang terdidik atau tidak.
Adanya murid atau peserta didik tentu ada pendidik atau guru. Dalam konteks pendidikan, pendidik adalah guru yang mengajar atau memberikan pengajaran agar murid dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan dapat membentuk kepribadian yang lebih baik.
Dalam konteks global, pendidik adalah segala sesuatu yang dapat dilihat, didengar, difahami dan ditiru dalam hal yang baik dan memberi manfaat, contohnya lingkungan yang bersih dan tenang mampu menjadikan kepribadian seseorang seperti lingkungannya.
Siapa yang sebenarnya berkewajiban mendidik, sebenarnya adalah guru, orang tua, dan semua orang terdidik. Mengutip dari menteri pendidikan dan kebudayaah Anies Baswedan bahwa mendidik adalah tugas setiap orang terdidik.
Dalam hal mendidik seorang murid akan timbul pertanyaan, akan dibawa kemanakah murid dengan pendidikan, jawabannya tentu tergantung kearah mana yang diinginkan seorang murid, tentu dalam hal kebaikan.
Pendidikan menggunakan kecenderungan yang timbul pada masa perkembangan psikis, pendidik mengarahkan nafsu-nafsu bawaan kepada tujuan yang berguna, ia menentukan bentuk-bentuk tindakan yang boleh dilakukan
C. Etika Murid
Etika murid adalah etika atau perilaku yang seharusnya dimiki oleh seorang murid atau peserta didik. Dalam nasehat Imam Syafi’I, seseornag tiak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkarayaitu kecerdasan, semangat, sungguh-sungguh, berkecukupan, bersahabat (belajar) dengan guru, membutuhkan waktu yang lama.
Kecerdasan yang ada pada seseorang terkadang memang sudah sebagai perangai yang Allah berikan kepada seseorang, namun kecerdasan ada karena memang harus diusahakan.bagi orang yang m=sudah memiliki kecerdasan maka tinggal menguatkannya. Namun apabila belum punya hendaknya melatih jiwa untuk berusaha mendapatkan kecerdasan tersebut.kecerdasan adalah sebab diantara sebab-sebab yang paling kuat membantu seseorang menggapai ilmu, memahami dan menghafalnya
Dalam Alqur’an surah An-Nahl ayat 128 Allah berfirman yang artinya “sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan berbuat kebaikan”, seseorang apabila mengetahui nilai pentingnya sesuatu pasti ia akan berusaha dengan semangat untuk mendapatkannya. Sedangkan ilmu adalah sesuatu yang paling berharga yang yang dicari oleh setiap orang. Penuntut ilmu seharusnya memiliki semangat yang kuat untuk menghafal dan mengkaji ilmu.
Rintangan terberat dalam menuntut ilmu adalah kemalasan, dalam menuntut ilmu kita harus menjauhi kemalasan dan kelemahan serta melawan hawa nafsu. Hal tersebut yang kerap kali menyurutkan semangat belajar. Maka dalam menuntut ilmu diharuskan untuk bersungguh-sungguh.
Dalam menuntut ilmu kita diharuskan memiliki bekal yang cukup. Dalam hal ini ilmu dapat dibeli dengan uang, namun dalam menuntut ilmu seseorang harus rela mengorbankan materi atau apapun untuk mendapatkan ilmu.
Ilmu itu diambil dari lisan para ulamma. Seseorang penuntut ilmu agar kokoh dalam menuntut ilmu gendaknya ia membangunnya di atas dasar-dasar yang benar. Hendaknya bagi penuntut ilmu untuk menjauhi, jangan sampai menjadikan kitab-kitab sebagai gurunya.
Dalam memnuntut ilmu membutuhkan waktu yang panjang, sering kita mendengar “tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat” artinya kita diharuskan menuntut ilmu sampai nafas berhenti berhembus.
Etika yang harus diperhatikan seorang murid dalam mendapatkan ilmu ada banyak, dalam hal ini penulis membagikan etika murid menjadi tiga:
1. Etika Murid Terhadap Dirinya
Etika murid terhadap dirinya adalah etika yang seharusnya ada pada seorang murid sebagai pencari ilmu.
a. Memperbaiki Niat
Dalam mendapatkan suatu ilmu seorang murid harus memiliki niat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. Dalam kitab hadits Arba’in Nawawi:
إنما الأعمال بالنيات
Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya.
Apa yang dilakukan seseorang adalah tergantung niatnya, termasuk apa yang dilakukan oleh murid atau penuntut ilmu, maka niat harus diperbaiki, niat menuntut ilmu hendaknya karena ridho Allah ta’ala, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, menuntut ilmu hendaknya diniatkan untuk membaca, ngkaji, menelaah serta memahami ayat-ayat Allah baik yang tersurat maupun tersirat agar kita dapat memahami hakikat kebesaran Allah.
Seorang penuntut ilmu atau murid hendaknya menghindari niat menuntut ilmu yang menyimpan sifat riya agar terlihat cerdas atau agar apat berdebat dengan orang lain untuk menunjukkan kecerdasannya.
b. Merantau
Sesorang penuntut ilmu atau murid baiknya merantau, atau pergi untuk mendapatkan ilmu yang dicari. Tidak akan mendapatkan ilmu seseorang jika ia hanya berdiam diri.
Sedangkan menurut Syekh Az-Zarnuzi dalam kitab Ta’limul Muta’allim menerangkan beberapa sifat dan tugas para penuntut ilmu;
a. Tawadhu,sifat sederhana, tidak sombong dan tidak pula rendah diri.
b. Iffah, sifat yang menunjukkan rasa harga diri, yang menyebabkan seseorang terhindar dari perbuatan yang tidak patut.
c. Tabah, tahan dalam menghadapi kesulitan pelajaran dari guru.
d. Sabar, tahan terhadap godaan nafsu.
e. Cinta ilmu, hormat kepada guru dan keluarganya.
f. Sayang kepada kitab, menyimpan kitab dengan baik.
g. Hormat kepada sesama penuntut ilmu dan tamalluk kepada guru dan kawan untuk menyadap ilmu dari mereka.
h. Bersungguh-sungguh dalam belajar dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.
i. Teguh pendirian dan ulet dalam menuntut ilmu dan mengulangi pelajaran.
j. Wara’  ialah sifat menahan diri dari perbuatan yang terlarang.
k. Punya cita-cita yang tinggi dalam mengejar ilmu pengetahuan.
l. Tawakkal, maksudnya menyerahkan diri kepada Allah segala perkara
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan agar mendapatkan keberkahan dalam menuntut ilmu.
2. Etika Murid Terhadap Guru
Etika murid terhadap guru adalah etika atau sikap perilaku murid terhadap pendidik atau orang yang memberi pengajaran, pengetahuan, ataupun pendidikan. Diantara etika yang harus dimiliki seorang murid terhadap guru adalah hormat kepada guru dan keluarganya .
Sikap hormat terhadap guru termasuk mendengarkan pengajarannya dengan sabar, hati-hati dalam mendengarkan nasihat guru sebagaimana orang sakit mendengarkan nasihat dokternya. Tidak menaruh purba sangka kepada guru yang mengajar.
Seorang murid seharusnya tidak berkata yang akan menyinggung atau menyakiti hati guru, tidak bertanya apapun sebelum guru memberikan kesempatan atau mengizinkan untuk bertanya, juga tidaka boleh jalan mendahului atau dihadapan guru.
Tidak hanya kepada guru yang mengajar, seorang murid juga harus menghormati keluarga guru.
3. Etika Murid Terhadap Pelajaran
Terhadap ilmu yang dipelajari seorang murid harus memiliki etika, diantaranya;
a. Mencintai ilmu
Seorang murid hendaknya mencintai ilmu yang ia pelajari, tidak menghina ilmu yang dipelajarinya.
b. Sayang kepada kitab
Kitab adalah salah satu alat belajar atau alat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, seorang murid hendaknya sayang dan menghormati kitab, diantaranya dengan menjaganya dengan baik, tidak meletakkannya di tempat yang rendah, juga tidak menjadikannya sebagai benda yang sia-sia setelah selesai mempelajarinya, seperti menjadikan kitab atau kertas-kertas dari kitab sebagai bungkusan untuk makanan seprti bungkus cabai atau gorengan.
Seorang murid juga harus memahami dengan tidak meletakkan benda lain diatas kitab, missal meletakkan handphone diatas kitab.
c. Mengamalkan ilmu
Rasulullah Saw. Bersabda:
من تعلم بابا من العلم يعلم به أو لم به كان أفضل من أن يصلى ألف ركعة تطوعا
“Barangsiapa mempelajari satu bab dari ilmu yang diamalkan, adalah lebih utama daripada melakukan shalat sunnah seribu rakaat”
Menuntut ilmu itu wajib, dan mengamalkan ilmu itu juga wajib. Ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon tak berbuah.



























BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Murid adalah seseorang yang bertujuan mendapatkan ilmu atau pengajaran, pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan untuk membentuk kepribadian yang lebih baik.
Dalam menuntut ilmu seorang murid harus memahami dan memiliki etika-etika tertentu. Diantaranya etika terhdap dirinya dengan memperbaiki niat dalam menuntut ilmu.
Selain etika terhadap dirinya, seorang murid harus memiliki etika terhdap gurunya dengan menghormati guru dan keluarganya.
Seorang murid juga harus beretika terhadap pelajaran dengan mencintai ilmu, sayang terhadap kitab, dan mengamalkan ilmu yang sudah didapat.
B. Saran
Ilmu adalah sesuatu yang sangat berharga dan dicari oleh setiap orang, namun untuk mendapatkan ilmu kita harus memperhatikan etika-etikanya, baiknya seorang murid lebih memperbaiki niatnya dalam menuntut ilmu dan mempelajari etika-etika agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat








DAFTAR PUSATAKA
Agus, Ayu. 2013. Cara Rasulullah Saw Mendidik Anak. Jakarta: Gramedia
An-Nahlawi, Abdurrahman. 2002. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press
Az-Zarnuzi. Ta’limul Muta’allim, Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah
Bakhtiar, Amsal. 2014. Filsafat Ilmu. 2014: Rajawali Press Ramayulis. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Daradjat, Zakiah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Suwarno, Wiji. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Ar-Ruzz Media Grup
Denim, Sudarwan. 2010.  Kepemimpinan Kependidikan. Bandung: Alfabeta
Hamka. 1984.  Falsafah Hidup. Jakarta: Pustaka Panjimas
Islamuddin, Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Kasan, Tholib. 2009. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Studia Press
Nawawi. 2010. Al-Arba’in An-Nawawi. Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah
Nawawi, Muhammad. 1992. Tanqihul Qoul. Semarang: Karya Toha Putra
Purwanto, Ngalim. 2009.  Ilmu Pendidikan teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya
Ramayulis. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Ramayulis. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Syahidin. 2009.  Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta


Kamis, 25 Juni 2015

APA YANG KAMU KETAHUI TENTANG Al-HADITS?



APA YANG KAMU KETAHUI TENTANG Al-HADITS?
diajukan untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah
Ulumul Qur’an dan Hadits







Dosen:
Prof. Dr. Fathurrohman Rouf, MA

Disusun oleh:
Mimi Muthi’atillah, S.Pd.I

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM SEMESTER I
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM 45
BEKASI
1436 H / 2015
Hadits menurut bahasa berarti Al-Jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat dan waktu yang singkat.
Seperti perkataan هو حديث العهد artinya, dia baru masuk / memeluk Islam.
Lawan kata الحديث adalah القديم  artinya sesuatu yang lama.
Hadits juga berarti Al-Khabar (الخير ) atau berita, yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
Disamping itu hadits juga berarti Al-Qarib (القريب ) dekat, tidak lama lagi terjad, sedangkan lawannya adalah Al-Ba’id (البعيد ) artinya jauh.
Hadits dengan pengertian khabar tersebut di atas dapat dilihat pada Al-Qur’an. Diantaranya surah Ath-thur ayat 34, surah Al-Kahfi ayat 6 dan surah Ad-duha ayat 11.
فليأتو بحديث مثله إن كانوا صدقين (الطور: 34)
“maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al-Qur’an itu, jika mereka orang-orang yang benar”. (At-Thur: 34)
فلعلك باخع نفسك على أثرهم إن لم يؤمنوا بهذا الحديث أسفا ( الكهف: 6)
“maka barangkali kamu akan membunuh dirimu karena sedih sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman dengan keterangan ini (Al-Qur’an)”. (Al-Kahf: 6)
وأما بنعمة ربك فحدث (الضحى: 11)
“dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Ad-Duha:11)
Adapun dalam hadits, pengertian hadits dapat dilihat pada hadits berikut.
يوشك أحدكم أن يقول هذا الكتاب الله ما كان فيه حلال أحللناه وماكان فيه حرام حرمناه ألا من بلغه عنى حديث فكذب به فقد كذب ثلاثة. الله ورسوله والذى حدث به
Hampir-hampir ada seseorang diantara kamu yang akan mengatakan bahwa ini kitab Allah. Maka apa yang halal di dalamnya, kami halalkan  dan apa yang diharamkan di dalamnya, kami haramkan. Ketahuilah barangsiapa yang sampai kepadanya suatu hadits dariku kemudian dia mendustakannya, berarti dia telah mendustakan tiga pihak, yakni Allah, Rasul, dan orang-orang yang menyampaikan hadits tersebut”
Ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang hadits. Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah.
أقوال النبي صلى الله عليه وسلم وأفعاله وحواله وقال الأخر: كل ما أثر عن النبي صلى الله عليه وسلم من قول أو فعل أو إقرار
“seluruh perkataan, perbuatna, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW. sedangkan menurut yang lainnyan adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya”.
Yang termasuk hal ihwal dalam definisi di atas adalah segala Sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.
Menurut rumusan lain, hadits adalah:
ما أضيف إلى النبي صلى الله عليه وسلم قولا أو فعلا أو تقريرا أو صفة
“sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”
Sebagian muhadditsin berpendapat bahwa pengertian hadits di atas adalah pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadits mempunyai cakupan pengertin lebih luas, yang tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadits marfu’) saja melainkan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat (hadits maqtu”). Dalam hal ini, At-Turmuzi menyebutkan sebagai berikut:
و قيل : الحديث لا يختص بالرفوع إليه صلى الله عليه وسلم بل جاء بالموقوف وهو ما أضيف إلى الصحابي و المقطوع وهو ما أضيف للتابعي
“dikatakan (dari ahli hadits), bahwa hadits itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. saja. Melainkan juga termasuk untuk sesuatu yang mauquf, yaitu yang disandarkan kepada sahabat, dan maqtu’, yaitu yang disandarkan kepada tabi’in”.
Hadits menurut ahli ushul adalah
أقواله و أفعاله و تقريراته التي تثبت الأحكام وتقررها
“semua perkataan, dan taqrir Nabi Muhammad SAW. yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya”.
Dengan pengertian ini, jelaslah bahwa asegala seuatu yang bersumber dari Nabi SAW. yang tidak ada kaitannya dengan hukum atau tidak mengandung misi kerasulanny, seperti tata cara berpakaian, tidur dan makan, tidak termasuk hadits.

Hadits memiliki lima bentuk, yaitu hadits qauli, hadits fi’li, hadits taqriri, hadits hammi, dan hadits ahwali.
1.      Hadits Qauli
Yang termasuk hadits qauli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. baik berupa perkataan ataupun ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan yang berkaitan dengan akidah, syari’ah, akhlak, atau lainnya. Diantara contoh hadits qauli ialah hadits tentang do’a rasulullah SAW. yang ditujukan kepada orang-ornag yang mendengar, menghafal, dan menyampaikan ilmu. Hadits tersebut berbunyi.
نصر الله امرا سمع منا حديثا فحفظه وبلغه غيره فرب حامل فقه ليس بفقيه ثلاث لا يعل عليهن قلب مسلم : إخلاص العمل لله ومناصحة ولاة الأمور ولزوم الجماعة فإن دعوتهم تحيط من ورائهم
“semoga allah memeberi kebaikan kepada orang yang mendengar perkataan dariku kemudian menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain. Karena banyak orang berbicara mengenai fiqih padahal ia bukan ahlinya. Ada tiga sifat yang dapat menghindari timbulnya rasa dengki di hati seorang muslim, yaitu ikhlas beramal kepada Allah SWT. saling menasihati dengan pihak penguasa, dan patuh atau setia terhadap jamaah. Karena sesungguhnya doa mereka akn membimbing dan menjaganya dari belakang”.
2.      Hadits Fi’li
Yang dimaksud hadits fi’li adalah hadits yang menyebutkan perbuatan Nabi Muhammad SAW. yang sampai kepada kita seperti hadits tentang shalat dan haji.
Contoh hadits fi’li adalah sabda Nabi SAW. yang berbunyi.
صلوا كما رأيتموني أصلي (رواه البخاري و مسلم)
“shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. (HR. Bukhari dan Muslim)
3.      Hadits Taqriri
Yang dimaksud dengan hadits taqriri adalah hadits yang menyebutkan ketetapan Nabi SAW. terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Nabi SAW. membiarkan uatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat apabila memenuhi beberapa syarat, baik mengenai pelakunya, maupun perbuatannya.
Diantara contoh hadits taqriri, ialah sikap rasul SAW. yang membiarkan para sahabat melakukan perintahnya, sesuai penfsiran mereka terhadap sabdanya, yang berbunyi.
لا يصلين أحد العصر لا فى بني قريضة (رواه البخاري)
“janganlah seseorangpun shalat ashar, kecuali bila tiba di bani Quraizah” (HR. Bukhari)
Sebagian sahabt memahami larangan tersebut berdasarkan hakikat perintah tersebut, sehingga mereka tidak melaksanakan shalat asar pada waktunya. Segolongan sahabat lainnya memahami perintah tersebut dengan bersegera menuju bani Quraizah. Dan tidak berlama-lama dalam peperangan, sehingga mereka dapat melaksanakan shalat tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan oleh Nabi SAW. tanpa menyalahkan atau mengingkarinya.
4.      Hadits Hammi
Yang dimaksud dengan hadits hmmi adalah hadits yang menyebutkan keinginan Nabi Muhammad SAW. yang belum terealisasikan, seperti halnya keinginan untuk berpuasa pada tanggal 9 bulan syura, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.
لما صام رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عاشوراء وأمر بصيامه قالوا يا رسول الله إنه يوم يعظمه اليهود و النصارى فقال: فإذا كان عام المقبل إن شاء الله صمنا اليوم التاسع (رواه البخاري و أبو داود)
“ketika Nabi Muhammad SAW. berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, “ya Nabi, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan nasrani” Nabi SAW. bersabda “tahun yang akan datang insyaAllah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilannya””. (HR. Muslim dan Abu Daud).
Nabi Muhammad SAW. belum sempat merealisasikan kainginannya, karena beliau wafat sebelum sampai bulan Asyura. Menurut Imam Syafi’I dan para pengikutnya bahwa menjalankan hadits hammi ini disunnahkan, sebagaimana menjalankan sunah-sunah yang lain.
5.      Hadits Ahwali
Yang dimaksud dengan hadits ahwali ialah hadits yang menyebutkan hal ihwal nabi Muhammad SAW. yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan keperibadiannya. Adapun tentang keadaan fisik Nabi Muhammad SAW. dalam beberapa hadits disebutkan bahwa beliau tidak terlalu tinggi dan tidak pendek, sebagaimana dikatakan Al-Bara’I dalam sebuah hadits berikut.
كان رسول الله صلى اله عليه وسلم احسن الناس وجها وأحسنه خلقا ليس بالطويل البائن ولا بالقصير (رواه البخاري)
            “Rasulullah SAW. adalah manusia yang memiliki sebaik-baiknya rupa dan tubuh. Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek”. (HR. Bukhari).

Pengertian Ilmu Hadits
Ilmu hadits  terbagi dua yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
Yang dimaksud ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin adalah.
علم يبحث عن كيفية اتصال الأحاديث بالرسول صلى الله عليه وسلم من حيث معرفة الأحوال رواتها و ضبط وعدالة و من حيث كيفية السند إتصالا وانقطاعا
            “ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW. dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedhabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya”
            Yang dimaksud hadits riwayah adalah
العلم الذي يقوم على نقل ما أضيف إلى النبي صلى الله عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير أو صفة خلقية أو خلقية نقلا دقيقا محررا
“ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya”.
 Sedangkan ilmu hadits dirayah atau biasa juga disebut Ilmu Mustalah Hadits, Ilmu ushul Al-Hadits, Ulum Al-Hadits, dan Qawaid At-Tahdits.

Ilmu hadits memiliki cabang-cabang diantaranya;
1.      Ilmu Rijalul Hadits
Ilmu rijalul hadits adalah
علم يعرف به رواة الحديث انهم رواة للحديث
“ilmu untuk mengetahui para perawi hadits dalam kapasitas mereka sebagai perawi hadits”
2.      Ilmu Al-jarh Wa ta’dil
Ilmu jarh, yang dari segi bahasa berarti luka atau cacat adalah ilmu yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada keadilan dan kedhabitannya. Para ahli hadits mendefinisikan al-jarh adalah:
الطعن فى راوي الحديث بما يسلب أو يخل بعدالته أو ضبطه
“kecacatan para perawi hadits karena sesuatu yang dapat merusak keadilan dan kedhabitannya”.
Adapun at-ta’dil yang dari segi bahasa berarti at-taswiyah (menyamakan). Menurut istilah berarti:
عكسه و تزكيت الروي و الحكم عليه بأنه عدل أو ضابط
“lawan dari al-jarh, yaitu pembersihan atau penyucian perawi dan ketetapan bahwa ia adil atau dhabit”.
3.      Ilmu Tarikh Ar-ruwah
العلم الذي يعرف بروايته الحديث من الناحية التي تتعلق بروايتهم للحديث
“ilmu untuk mengetahui para perawi hadits yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadits”.
4.      Ilmu Ilal Al-Hadits
علم يبحث عن الأسباب الخفية الغامضة من حيث أنها تقدح فى صحة الحديث كوصل منقطع مرفوع موقوف و إدخال الحديث فى حديث وما شابه ذلك
5.      Ilmu Nasikh Wal Mansukh
6.      Ilmu Asbab Al-Wurud Al-Hadits
7.      Ilmu Gharib Al-Hadits
8.      Ilmu At-Tashif Wa At-tahrif
9.      Ilmu Mukhtalif Al-Hadits